I. Sejarah Berdiri Dan Berkembangnya Jemaat Ebenhaezer Tarus Barat
Sejarah Jemaat Ebenhaezer Tarus Barat tidak dapat dilepaskan dari seluruh
aktivitas jemaat yang telah terjadi selama ± 63 tahun. Penulisan perkembangan Jemaat dibagi dalam
beberapa periode, hal ini disebabkan karena terbatasnya data/arsip yang ada di
sekretariat jemaat. Perkembangan jemaat ini sejak terbentuk ada juga keadaan
pelayanan dan periode pembangunan gedung kebaktian sebagai berikut :
1.
Periode berdiri atau terbentuknya jemaat
Pada masa sebelum perang dunia ke- II, hanya terdapat
sebuah gedung kebaktian, yakni Gereja Bet’El Oesapa bagi jemat-jemaat yang
tersebar dari Batas Kota Lama sampai Noelbaki. Ketika Jepang menyerang
Indonesia (1942), jemaat menjadi tercerai berai di beberapa tempat evakuasi.
Pelayanan terhadap seluruh jemaat menjadi sulit. Pada tahun 1943, Pdt. Pieter
Sahertian meminta P.F. de Haan (berstatus sebagai Guru Jemaat; terhitung
tanggal 1 Februari 1943) untuk membantu menangani pelayanan di wilayah Tuak
Sabu (Oesapa), Lasiana, Tarus dan Noelbaki. Dari semua wilayah pelayanan ini
kemudian berkembanglah 4 pos pelayanan yakni :
·
Pos
Pelayanan Tuak Sabu, di rumah Keluarga Welhelmus Mbura
·
Pos
Pelayanan Lasiana, di rumah Keluarga Zet Toepa
·
Pos
Pelayanan Manikin, di rumah Keluarga Yob Samuel Lolo
·
Pos
Pelayanan Tarus, di rumah Keluarga Petrus Lomandelo
Pada tahun 1847, Pos Pelayanan Tarus pecah menjadi dua, yakni : yang
disebut dengan nama Tarus Luar dengan tempat kebaktiannya di rumah keluarga
Simon Saku di Oetete dan Tarus Dalam dengan tempat kebaktiannya di rumah keluarga
Petrus Lomandelo. Sebagai catatan tambahan : bahwa dikemudian hari, Pos
Pelayanan Tuak Sabu berkembang menjadi
Jemaat Lahairoi Tuak Sabu; Pos Pelayanan Tarus Dalam berkembang menjadi Jemaat
Jemaat Getsemani Tarus Timur; Pos Pelayanan Tarus Luar berkembang menjadi
Jemaat Bethesda Tarus Tengah; dan Pos Pelayanan Maniking dan Lasiana bergabung
menjadi Jemaat Ebenhaezer Tarus Barat.
Nama Ebenhaezer (Sampai di Sini Tuhan Menolong Kita) dipilih oleh Bpk.
P.F. de Haan karena memiliki makna historis, yakni Tuhan telah menolong
Jemaat-Nya selama masa perang dunia ke II. Setelah perang itu berakhir, jemaat
pun merasa telah lepas dari penderitaannya.
Jemaat ini didirikan pada tanggal 31 Oktober 1948, yang diawali dengan
perintisan gedung kebaktian darurat. Jemaat mula-mula yang ikut berbakti, yakni
dari wilayah Maniking, Lasiana, Tuak Sabu dan Bimopu.
2.
Keadaan pelayanan jemaat
Data mengenai jumlah jemaat (statistik jemaat) pada awal pelayanan
tidak tercatat dengan baik, tetapi ada beberapa keluarga besar yang tersebar
dalam wilayah pelayanan, yakni :
Kel. Nuban di Noelbaki
Kel. Logo di Tarus
Kel. Lollo dan Bu’u di Maniking
Kel. Poy di Tuak Sabu
Kel. Toepa dan Messakh di Lasiana
Jadi awal berdirinya jemaat ini didominasi oleh
etnik Rote dan sebagian kecil etnik Timor dengan pekerjaan pokoknya adalah
bertani dan menyadap lontar. Untuk memperoleh data tentang jemaat (statistik
jemaat), maka dilakukan sensus pada setiap awal tahun dan perkunjungan
pelayanan di rumah-rumah jemaat. Hal ini juga sekaligus sebagai langkah awal
dari pelayanan dan bagi pertumbuhan serta perkembangan ke depan. Selanjutnya,
semua data dan informasi yang telah diperoleh akan disampaikan dalam sidang
Majelis Jemaat demi penataan pelayanan yang lebih baik dan efektif.
3.
Pembangunan rumah kebaktian
Ø Periode rumah kebaktian darurat : 1948 –
1952
Pada hematnya, jika dibandingkan
antara perkembangan rumah-rumah jemaat dan gedung kebaktian, maka dirasa amat
mendesak, sehingga pada tahun 1947 diadakanlah pertemuan tokoh-tokoh jemaat di
SD GMIT Manumuti. Lokasi yang diusulkan adalah km 13 (sekarang Kantor Kecamatan
Kupang Tengah) dengan pertimbangan bahwa letaknya ada di tengah, antara jemaat
Tuak Sabu dan Jemaat Noelbaki. Namun, dalam pertemuan itu tidak dicapai suatu
kesepakatan yang baik.
Pada tahun 1948, Guru Jemaat P.F. de Haan merintis
rumah kebaktian darurat bagi jemaat Maniking, Bimopu dan Lasiana. Rumah
kebaktian dengan ukuran 12 X 8 m² (selanjutnya 31 Oktober 1948, ditetapkan sebagai hari berdirinya Jemaat
Ebenhaezer Tarus Barat) atapnya dari daun gewang dan beralaskan tanah. Rumah
kebaktian ini dirintis dengan swadaya jemaat secara bergotong royong, seperti :
menebang pohon di Air Sagu dan beberapa tempat lainnya di Tarus atas izin dari
Raja Kupang. Tempat kebaktian ini digunakan sampai tahun 1955.
Ø Periode pembangunan rumah kebaktian I :
1952 – 1960
Setelah rumah kebaktian darurat
dipakai selama ± 4 tahun, maka pada tahun 1952 mulai dibangun yang permanen
dengan ukuran 18 X 8 m². Pembangunan juga dikerjakan secara swadaya dan
dikoordinir langsung oleh Bpk. P.F. De Haan, sebagai Guru Jemaat. Peletakan
batu pertama dilakukan oleh MSH GMIT, Pdt. J.L. Abineno dan pada tahun 1960
dithabiskan oleh Ketua Klasis Kupang Pdt. B.J. Yacob. Gedung ini digunakan
sampai tahun 1985.
Ø Periode pembangunan rumah kebaktian II :
1984 - sekarang
Pada tahun 1981, kondisi rumah
kebaktian yang termakan usia dan tidak dapat menampung jemaat yang bertambah,
maka sebagai langkah awalnya dibentuklah panitia pembangunan, sbb :
Ketua :
Bpk. Y. Ngeu
Sekretaris :
Bpk. A. De Haan
Bendahara :
Ibu S.E. Frans
Seksi-seksi :
(sebagai pendukung panitia inti)
Tujuan dan tugas utama mereka adalah mengupayakan
dana awal bagi pembangunan. Bersama dengan rencana pembangunan rumah pelayanan,
maka diadakan rapat majelis jemaat dan panitia (3 Juli 1983). Hasilnya,
beberapa orang dipilih, yakni :
Koordinator :
Pdt. I.N. Frans
Dari unsur Majelis :
Bpk. A. De Haan
Dari unsur Pemuda :
J. A. Ndun
Dari unsur Perempuan : Ny. Messakh – Fanggidae
Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan data dan informasi
(tanggapan) dari jemaat tentang prioritas pembangunan. Setelah bekerja selama 1
bulan, semua jemaat memberikan tanggapan yang sama, bahwa rumah kebaktin memang
sudah tidak layak (termakan usia, rusak berat, terlalu kecil) karena
prioritasnya adalah rumah kebaktian, kemudian rumah pelayan. Selanjutnya
diharapkan agar panitian dapat menyusun program kerjanya dan segera
melaksanakannya. Sejalan dengan mandat jemaat kepada panitia sebagai satu
persekutuan, maka rencana pembangunan mulai dikerjakan oleh panitia bersama
seksi-seksi dan didukung penuh oleh jemaat. Perancang gambar gedung adalah
F.E.R. Mae (alm), seorang pegawai Dinas PU Kab. Kupang.
Ukurannya : 28 X 28 m², terdiri dari 2 bagian
yakni :
1. Berukuran 23 X 12 m² dan di atas pintu
masuk ada balkon berukuran untuk 12 X 5 m² sebagai tempat untuk PS dan VG.
2. Berukuran 12 X5m², yang dibangun 2 lantai
yakni lantai I untuk ruang konsistori (persiapan) dan lantai II untuk ruang
sektetariat.
Sumber dana , sebagai berikut :
1. Swadaya jemaat (Rp. 100.000/ RT, 6 kali)
2. Kolekte ke-2 (pembangunan) dari kebaktian
utama
3. Sumbangan dari berbagai pihak, baik uang
maupun barang, dll.
Jadi secara umum, pembangunan ini
dilaksanakan dengan swadaya jemaat, dimana tercetat pengumpulan dana khusus
dilakukan sebanyak 6 kali. Pada tanggal 30 April 1984, dilaksanakan peletakan
batu pertama oleh Pdt. Thobias Messakh (Ketua MS GMIT).
Oleh karena rencana pembangunan rumah kebaktian
yang lebih besar, maka rumah kebaktian yang pertama pun tidak perlu dibongkar,
sehingga jemaat tetap berbakti tanpa terganggu dengan pembangunan itu. Setelah
pengerjaan atap gedung selesai, barulah atap gedung lama dibongkar.
II. Penggorganisasian
Pelayanan
Seiring dengan berjalannya waktu maka pelayanan
terus-menerus berjalan sesuai dengan harapan Jemaat. Bahkan didalam kurun waktu
selama jemaat ini berdiri sudah beberapa Pendeta yang melayani sesuai dengan SK
penempatan Pendeta oleh pihak Majelis Sinode.
Adapun nama-nama pendeta yang pernah memimpin Jemaat Ebenhazer Tarus
Barat serta susunan majelis harian
dan BP3J periode 2011 – 2015,
sebagaimana
tergambar pada Tabel 1 dan 2 berikut ini:
TABEL 1
NAMA-NAMA PENDETA YANG PERNAH MELAYANI
DI JEMAAT EBENHAEZER TARUS BARAT
No
|
N A M
A
|
M A S
A
|
KETERANGAN
|
1.
|
Pdt. P.F. de Haan *)
|
1943 – 1968
|
*) Dua kali merangkap tugas melayani Jemaat
Ebenhaezer Tarus Barat karena ketiadaan Pendeta, yakni pada tahun 1983 – 1985
dan 1990 – 1991.
|
2.
|
Pdt. M. Kana
|
1968 - 1983
|
|
3.
|
Pdt. A.M. Loelan
|
1985 – 1990
|
|
4.
|
Pdt. L. Jumetan
|
1992 – 1993
|
|
5.
|
Pdt. J.L.M. Litualy
|
1993 – 1998
|
|
6.
|
Pdt. M. Mabilehi
|
1998 – 2002
|
|
7.
|
Pdt. Y. Pulamau
|
2002- 2006
|
|
8.
|
Pdt. S.B.A. Meza-Tauk, STh
|
2006 - 2009
|
|
9.
|
Pdt.
M. A. E. Solu-Kerihi, SmTh
|
2009-Sekarang
|
Sumber Data : Sekretariat
Gereja Ebenhaezer Tarus Barat, 2012
TABEL 2
NAMA – NAMA
ANGGOTA MAJELIS HARIAN DAN UNIT PELAYANAN JEMAAT
EBENHAEZER TARUS BARAT
PERIODE 2011- 2016
NO
|
NAMA ANGGOTA
MAJELIS JEMAAT
|
JK
|
JABATAN
|
KET.
|
1
|
M. A. E. Solu-Kerihi, SmTh
|
P
|
Ketua Majelis
|
Pendeta
|
2
|
Dra Sofia Malelak–de-Haan
|
P
|
Wakil Ketua I
|
Penatua
|
3
|
Max J. R. Rohi
|
L
|
Wakil Ketua II
|
Penatua
|
4
|
Ir. Arben Malelak
|
L
|
Sekretaris I
|
Penatua
|
5
|
Erna T. Kore Radja
|
P
|
Sekretaris II
|
Diaken
|
6
|
Linda Inabui
|
P
|
Bendahara
|
Penatua
|
Anggota :
|
Penatua
|
|||
-
Marten Bees
|
L
|
anggota
|
Penatua
|
|
-
Daut Mangesa
|
L
|
anggota
|
Penatua
|
|
-
Nutje Djunina
|
L
|
anggota
|
Penatua
|
|
7
|
Komisi :
|
Penatua
|
||
-
Adelgina Tanesip-Liu
|
P
|
Komisi Diakonia
|
Penatua
|
|
-
Alfred Saubaki
|
L
|
Komisi
Koinonia
|
Diaken
|
|
-
Abraham de-Haan
|
L
|
Komisi
Oikonomia
|
Penatua
|
|
-
Petrus Busu
|
L
|
Komisi
Marturia
|
Diaken
|
|
-
Shinta Nenohai
|
P
|
Komisi
Liturgia
|
Diaken
|
|
-
Soleman Ratu
|
L
|
Ketua
Pembangunan
|
Penatua
|
|
8
|
BP3J
|
|||
Anggota :
|
||||
-
Silas Beri
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
|
-
Toni Tube
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
|
-
Anton Messakh
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
|
-
Greta Taopan
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
|
-
Yovin Ndapaloka
|
L
|
Anggota
|
Diaken
|
|
-
Agabus Lasiobeng
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
|
-
Rizak Medo
|
L
|
Anggota
|
Penatua
|
Sumber Data : Sekretariat
Gereja Ebenhaezer Tarus Barat, 2012
Posting Komentar